Senin, 24 Agustus 2009

Janda Sukabumi yang Hot

WOw, perempuan yang kutemui di sukabumi, seorang wanita jilbab dengan tubuh padat berisi. Mataku bisa memastikan itu. Dari wajahnya yang keibuan, usianya kuperkirakan sekitar 40 tahun. Dan tidak salah.

"Udah tua mas,"katanya memperkenalkan diri. "Udah 41 tahun"
Wanita itu bernama Elli. Seorang istri dari seorang pria tukang ojek. Beruntung bener si suami dapat istri semolek ini.
Singkat cerita, dia mau ikut ke jakarta, kerja sebagai tukang pijat. Aku bilang mau bantu dia cari kerjaan itu.
Sesampai di rumah kontrakan, Teh Elli istirahat di ruang tamu.
Kami ngobrol soal pekerjaan. Dia belum berpengalaman, tapi nanti bisa belajar.
Teh Elli, asli sunda, sukabumi. Kupinta dia belajar dengan memijit aku dulu.
Di kamar tidur, ia melepas tutup kepalanya. Rambutnya yang panjang hitam, menambah daya tarik alaminya. Wajahnya sepintas lalu mirip Nicky AStria.

"Kenapa dilepas Teh?"tanyaku.
"Gpp, Teteh kadang-kadang aja pake jilbab kok."
Aku lepas kemejaku. Berbaring terlentang di ranjang. Teteh memijit bagian lenganku.
"hmmm enak teh..."
Teteh terus memijit. Sementara mataku nakal melirik arah dadanya yang tertutup rapat jubah panjangnya.
"Teh, turun ke bawah ke bagian paha."
"Dilepas dulu atuh celananya."
Mendengar tawaran itu aku langsung girang.
Teh Elli membantu lepas jinsku.
Dia melirik ke arah cdku yang menggelembung. CD bewarna coklatitu terlalu ketat dan mini membungkus penisku. Kulihat sorot mata Teh Elli terkejut tadi.
"Kenapa Teh?"
Dia cuma senyum.
Lalu tangannya yang mungil dan lembutitu mulai memjit bagian paha sebelah kiri. Sambil sesekali kami ngobrol, kulihat penisku semakin menggelembung. Sentuhan lembut Teteh merangsang libidoku.
"Teteh sering pijit suami dong?"
"Kadang-kadang. Suamiku gak gitu suka."
Kusentuh tangan teteh dan kuremas lembut.
"Nanti kalo udah kerja, sementara tinggal di sini gpp. Biar hemat duitnya daripada ngontrak."
Teh Elli mengangguk setuju.
Teh Elli memindahkantangannya ke paha bagian dalam. Aku menggeliat geli. Soalnya dia sempat menyentuh batang penisku.
"Teh enak di bagian itu, turun lagi teh di bagian bawah."
Kurahkan dia agar memijat di bagian bawah bulatan penisku. Tapi, malah teteh malah memijit bagian bola penisku. Ya sudah, aku menikmatinya.
"Enakk teh... pinterrr bangettt..."
Dia terus memijitnya dengan lembut. Makin lama pjitannya makin keras. Sepertinya dia merasa gemas. Lalu dia meremas batang penisku yang keras.
"Keras ya...lepas aja ya Mas,"pintanya.
Aku mempersilakan dia melepas cdku.
Teteh menutup mulutnya dengan tangan menahan jeritan kecil.
Penisku yang keras itu memanjang dan indah.
"Gede banget punya mas."
"Gedean mana sama punya suami?"tanyaku.
Teteh diam sambil mengelus-elus kepala penisku yang lebih besar dari batangnya. Kemudian diremas-remasnya seluruh penisku.
Ditegakkannya batang penisku dan memandanginya dari berbagai sisi.
"Ini mah bangkok punya,"pujinya lugu.
Aku senyum dan menyentuh tangannya. Penisku dikocoknya dengan pelan=pelan. Aku makin liar. Sentuhan tangan teteh nikmat sekali. Aku segera bangkit dari ranjang. Kupeluk dia dan kulumat bibirnya seketika.
Teteh kaget melihat aksiku, tapi menikmatinya. Sementara tangannya tetap memegangi erat penisku. Kuraba-raba payudaranya. Wow, terasa kenyal dan ukurannya besar. Seberapa besar nih?
KUlepas baju panjangnya. Kulempar ke tepi ranjang. Tampak BH besar bewarna putih berenda menampung beban berat. Sebagian payudaranya seakan keluar dari sarangnya. Kuraba-raba gundukan payudara putih berurat halus itu. Kenyal dan padat. Penisku yang adadi tangan teteh mengeras lagi.
Aku menciumi bh dan segala isinya. Putingnya belum kusentuh. Karena aku ingin menikmati sebagian payudaranya aja dulu.
Teteh Elli menggelinjang geli. Apalagi ketika aku menjilati lehernya yang jenjang. Tanganku merba-raba putingnya yang terbayang di balik bhnya.
"Mas suka tetek aku ya?"tanyanya dengan nafas tersengal-sengal.
Aku mengangguk kecil.
Kulepa bh itu dan kupandangi label bh miliknya. Ukuran 38C!!!
Wow, ini pertama kali aku mendapatkan wanita dengan buah dada sebesar ini.
"Teh...kok gede banget sih?"kataku sambil meras sepasang buah dada indah itu. Putinngnya yang coklat muda itu segar dan kulumat dengan bibirku. AKsi ini membuat teteh nyaris terlepas dari pelukanku. Dia merintih geli. Rambutku dijambaknya dan menekankan kepalaku agar semakin terbenam di dadanya yang padat itu. Dia seperti menyusui anak kecil yang haus kasih sayang.
Pantanya kuremas-remas sambil lalu. Kemudian kutariklepas rok panjang miliknya. Kupandangi vaginanya yang dibalut cd warna putih.
Teteh berbaring dalam posisi miring. Aku berada di sampingnya dengan posisi yang sama. Pantatnya besar sekali dan membentuk bulatan yang seksi.
Kuraba-raba pantatnya. Kujilati lehernya bagian belakang. Teteh menggelinjang geli dengan rintihan-rintihan lembut. Tanganku bekerja di bagian buah dadanya. Remasanku gemas dan keras. Sementara penisku yang keras itu kugesekkan di bongkahan pantatnya.
"Teteh suka gak?"
Dia memandangi wajahku. Senyumannya begitu penuh hawa nafsu. Pipinya bersemu merah. Sekilas dia menurunkan padangannya ke arah selangkanganku. Di sana ada batang penisku yang sedang di puncak kekerasannya.
"Ini buat Teteh,"kataku.
Teteh tersenyum manja. Dicengkeramnya batang penisku.
"Suami teteh kecil banget...Kok bisa gede gini sih mas?"
Bibir tetep kusumpal dengan penisku. Dia menyambutnya dengan buas. Permukaan kepa penisku dilumuri dengan air liurnya dan dikulumny seperti permen. Aku kini yang merintih nikmat. Kadang dia gigit-gigit kecil kepala penisku. Ini gila enaknya. Apalagi dia menjilat seluruh batang penisku dari pangkal hingga ujung. Perlakuan teteh luar biasa nikmat.
Aksi ini kurekam dengan handicam miniku. Kubiarkan ia berlama-lama bermain dengan penisku. Sambil begitu aku tetap asyik meremas-remas buah dadanya yang makin besar akibat rangsangan. Puting-putingnya kuremas-remas dengan jari-jariku. Baru setelahitu tanganku meraba-raba vaginanya yang dibungkus cd itu. Kuselipkan jariku di dalam cd dan kumainkan daging vagina miliknya. Teteh menjerit-jerit.
KUlepas cd putih itu. Tampak vagina teteh tanpa bulu berwarna daging merah.
Kulebarkan kakinya dan kujilati dengan penuh nafsu. Teteh meronta-ronta. Dia mengaku belum pernah diperlakukan seperti ini sama suaminya.
"MAsssss...ufffhhhh....sakkkittttt....ohghhhhh!!!!"
Aku makin liar. Kupandangi matanya yang terpejam menahan kenikmatan.
Lalu aku mengajak gaya 69. Kami berdua sibuk memanjakan alat kelamin secara bersamaan. Tentu saja teteh kewalahan. Beberapa kali ia melepas kuluman penisku karena gak kuat menahan jilatan pada vaginanya.
"Teteh sayang suka gak dijilatin?"tanyaku.
Dia mengangguk kecil.
"Sekarang teteh nungging."
Dia menuruti perintahku. Pantatnya yang super besar itu menantangku. BOngkahan vaginanya mengintip dari sela-sela pantatnya. Dari belakang, kujilati daging vagina itu. Teteh menoleh ke belakang, memandangi aksiku. Mulutnya tak putus-putus merintih.
"Ssssayyyannnggg...ougghhhhhhh...Kaaammmuuu naakkaalll bangggettt!!!"teriaknya meracau tak karuan.
Aku kerjain dia makin liar. Aku ingin bikin teteh terbang ke langit ke tujuh. Teteh meremes teteknya sendiri karena menahan rangsangan yang begitu dahsyat dariku.
Teteknya bergelayutan indah.
Akhirnya, penisku yang sudah maksimal itu dikulumnya lagi. Kali ini menjepitnya di sela-sela buah dadanya. Dia belum pernah gaya begitu. AKu tadi sempat mengajarinya.
Ternyata dia menikmati gaya ini. Ujung penisku yang terjepit dijilatinya dengan lidahnya.
Aku kewalahan.TApi aku tak ingin cepat keluar di sesi ini.
Kupeluk dia dalam posisi duduk. Kuciumi pipi, leher dan buah dadanya. Kubisikkan di telinganya, kalau aku ingin memmuaskan dirinya.
"Benar sayang? MAu muasin teteh kan?"
Iya sayang..."
"Makasih ya." Teteh mencium pipiku dengan mesra. Sekali lagi, dia menyusui aku lewat putingnya sebelah kiri. Bibirnya meracau apa aja. Berkali-kali ia memuji kemesraanku.
Sesi pertama, teteh tidur terlentang. KAkinya kulebarkan hingga vaginanya terbuka lebar.
IA memandangiku dengan tatapan bahagia. Ketika ujung penisku masuk ke vaginanya matanya mendelik tajam. Ia mulai mendesah lembut. Rambutnya yang panjang berantakan akibat kocokanku. Berkali-kali ia menoleh ke kanan ke kiri, menahan serangan nikmatku. Sementara kupandangi sepasang payudara yang tergeletak indah di dadanya. Kuremas dengan satu tangan.
Wow, aku baru sadar, tak ada cairan di vagina teteh. Begitu kering, pantesan terasa seret setiap penisku keluar masuk di liang senggamanya.
Teh Elli terus menjerit antara sakit dan nikmat. Kudekati wajahnya. Sambil berbisik kugoyang vaginanya yang nikmat.
"Ennnakkk sayyyang...heh...enakkkk gakkk??!!"
Teteh menjerit-jerit. Dia dekapnyqa tubuhku erat-erat.
Kemudian aku menyuruhnya untuk ganti gaya. Teteh menduduki penisku. Dimasukkannya ke dalam vaginanya. Aku tidur terlentang. Dia menekan pantatnya kuat-kuat berulang-ulang sampai amblas penisku ke dalam liangnya. Guncangan tubuh montok itu membuat payudaranya berayun-ayun. Kuraih keduanya dan kuremas-remas.
Teteh tampak puas bangettt. Sesekali ia menjambak sendiri rambutnya. Bibirnya digit berkali-kali.
"Ohhh..."Teteh melepas penisku.
"Gila kamu, kok belum keluar hebat juga mas sayanggg..."
Aku cuma senyum. Teteh kemudian kubaringkan miring. Pantatnya yang montok itu menambah gairahku. Lubang memeknya kutembak dari posisi menyamping. Kukocok pelan dan lama-lama makin cepat.
Teteh menjerit terus. Setengah jam sesi ini kujalani bersamanya.
DOggy style di sesi berikutnya.
Sebelum mulai, kujilati pantat dan vagina teteh yang seksi itu.
Meski usia 41 tahun, tubuhnya seksi banget. Pantat montok, payudara besar.
Blesss...batang penisku sudah amblas ke dalam luang vaginanya. Kusodok sekuat mungkin. Sampai ke dasarnya. Teteh menjerit keras.
Kuayun-ayun berulang-ulang penisku dengan gemas. Jujur, ini vagina kering banget. Dia merasa sakit tapi dia nikmati banget.
Setengah jam sesi ini kusudahi dengan puas. Teteh memuji berkali-kali. Total dua jam penetrasi kulakukan tanpa sperma keluar dari penis.
Teteh tersenyum puas.
"MAs...kamu hebat bangettt sih!"
Read More......

Kamis, 20 Agustus 2009

Nikmatnya Wanita 43 Tahun

Rasanya aku beruntung lagi sore ini. Seorang wanita setengah baya minta diantarin ke sebuah apotik. Kami menumpang taksi. Dalam perjalanan ia mengaku bernama Mbak Ami. Dia berusia 43 tahun, mengenakan jilbab warna hijau dan berparas manis. Tubuhnya sintal.
Singkat cerita dia membeli obat di apotik dan lanjut kami makan di restoran padang.
Di situ, aku mengagumi bahasa tubuh mbak Ami. Tutur katanya enak didenger.
Dia sudah bersuami. Tapi, suaminya sudah lama tidak kasih nafkah batin. Maklum, usia suami sudah 55 tahun.
"Anak saya sudah 2 loh, udah gede-gede,"akunya terus terang.
Aku makin kagum aja. Sesaat ia berdiri di apotik tadi, aku memandangi pinggulnya yang luar biasa besar, tapi seimbang dengan ukuran pinggangnya.
"Obat buat siapa sih mbak?"
"Ini vitamin aja kok."

Akhirnya, kami keluar dari restoran.
Mbak Ami ngajak aku ke kontrakan temannya. Tapi, temannya baru saja mau keluar rumah.
Karena kami capek, mbak ami putuskan untuk tinggal di rumah itu. Sang teman akan kembali beberapa jam lagi, katanya.
Suasana sepi. Kamu duduk di sofa. Mbak Ami duduk bersender di sofa yang empuk. Sambil senyum, kupandangi wajahnya. Dia pun membalas senyum.
"Capek juga ya?"
"Apanya?"
"Kaki mbak pegel nih,"katanya.
"AKu pijit mau kan?"
"Emang bisa?"
"Bisa...pernah belajar dari bokap."
Kudekati kaki mbak Ami. Disingkapnya baju panjangnya. Tampak betis bunting padi berkulit coklat muda itu. Kupijit lembut. Kupandangi wajahnya. Sebetulnya sih tidak begitu cantik, tapi enak aja dilihat mata. Pijitin ku membuat ia nikmat, sampai matanya agak terpejam.
Aku pindah ke sampingnya.
"Bagian tangannya ya?"
"Iya boleh. kamu pinter juga mijit."
Tangannya lembut kurasa. Begitu lengannya kupijit mbak AMi memandangku dengan tatapan aneh. Aku tetap memijit, hingga ke bagian bahu. Kini, aku semakin merapat ke tubuhnya yang sintal. Lantas, tanganku menuju bagian leher, kusingkap kain penutup kepalanya sedikit. Lehernya yang jenjang terlihat olehku.
"Enak mbak?"
"He hemmmm...ssst..."
Aku melirik ke bagian dadanya. Susah menebak berapa besar ukuran payudaranya, karena baju jilbabnya yang rapat.
Mbak AMi menggelinjang geli, ketika jemariku menari-nari di kulit lehernya yang jenjang itu.
"Udah ya..nanti keterusan... dosa..."
Aku senyum.
"Kita cuma pijit kok, gpp, terusin ya..."
Rayuanku kena juga. Malah sekarang, kupinta lepas tutup kepalanya. Rambutnya panjang sebahu, hitam, menambah daya tarik perempuan yang sudah menopause ini.
Kucium diam-diam.
"rambutnya wangi banget sih mbak."
Mbak Ami menoleh ke arahku.
"Habis keramas tadi,"sahutnya lembut.
Matanya memandangiku dengan sendu. Sepertinya ia sudah mulai larut dengan suasana.
"Kita kok cepat akrab ya mbak,?"
"Iya mbak juga heran. Padahal mbak gak gampang kenalan dengan orang baru."
"Hmm..apa mungkin mbak butuh temen baru...mbak selama ini jenuh."
Dia senyum.
"YA kan, ngaku aja. Aku mau kok jadi temen mbak."
"Tapi nanti ketahuan suamiku gimana?"
"tenang aja mbak, kita tetap rahasiain aja. PAling temen mbak doang yang tahu."
Mbak Ami mengatur siasat. Nanti kalo temannya pulang, bilang aja kalo aku tuh adik sepupunya.

Kuraih telapak tangan kanan mbak Ami dan kukecup lembut. Dia sempat kaget dengan aksi romantisku. Lalu kuminta dia menggeser pantatnya agar miring membelakangiku.
"Sekarang kita sambil ngobrol deh. Curhat aja. Kita kan dah jadi temen?"
Mbak Ami setuju ideku. Tapi dia gak sadar dalam posisi miring seperti itu, pantatnya yang besar itu sedikit menyentuh bagian selangkanganku.
Mbak Ami bercerita tentang rumah tangganya. Sang suami sudah 2 tahun tidak lagi berhubungan suami istri. Selain tua, sang suami juga sudah mengidap penyakit berat.
Nada suaranya sendu dan sedih.
"Aku makluk kok mbak. Mbak pasti merasa sepi."
Dia menoleh ke arahku. Matanya tampak berlinang.
"Mbak jangan sedih, Ari kan udah jadi temen mbak sekrang."
Kepala mbak Ami kutarik pelan agar menyender ke bahuku. Dengan lembut kuelus-elus rambutnya. Lalu, kucuri ciuman ke keningnya. Mbak Ami kaget sesaat, tapi ia tak marah.
"Mbak, geser dikit. Ari mau duduk agak belakang lagi."
Mbak Ami menggeser ke depan. Aku duduk di belakangnya. Lalu kutarik tubuhnya agar lebih rapat ke arahku. Posisi pantatnya menjepit penisku.
"Mbak, kejepit nih..."
Mbak Ami cepat menoleh. Pantatnya kusentuh, kudorong ke depan sedikit.
"sakit gak?"
"Gak sih, cuma kaget aja tadi kena pantat mbak yang besar."
Mbak Ami senyum ke arahku.
"Kok bisa gede gini mbak pantatnya,"
"Ya namanya juga dah ibu-ibu."
Tapi ibu yang montok, bisikku dalam hati.
"Tapi mbak tetap cantik kok. Rahasianya apa?"
"Ah masa sih? Udah tua tau."
Dari belakang ia kupeluk. Tangan melingkar di dadanya. Kedua tangannya mendekap tanganku erat.
Mulai terasa dadanya di tanganku. Tapi, aku jangan buru-buru.
Kuciumi rambutnya, terus ke bagian bahunya dari belakang. Aroma parfum merangsang naluriku.
Mbak Ami mulai bereaksi. Tangannya mulai mencengkram keras tanganku. Ia mendesis geli. Tekanan tangannya membuat tekanan tanganku di dadanya makin terasa.
Kujilati leher sisi samping, membuat ia memiringkan kepala.
"ohhhkkkk..sssyyyttt...."desahnya lembut.
Ia menjambak rambutku. Posisi ini membuat aku lebih enak meraba-raba dadanya yang empuk.
"Arrriiii...mbak ggellliii..."
"Iya sayang...enak kan..."
Aku menggeser ke samping agar bisa menghadap wajahnya. Sentuhan pada dadanya membuat aku horny. Aku merasa dadanya besar, tapi seberapa besar. Bibir mbak Ami yang dipoles lipstik tipis kulumat lembut. Ia membalas dengan mesra.
Aku menjilati lehernya dari arah depan. Posisi ini membuat mbak Ami menengadahkan kepala, membiarkan setiap inci lehernya kuciumi.
"AAaaarriiii...ouhhkkkkk...sstttt..."
Rintihan kecil mbak Ami membuatku semakin bernafsu. Kuminta ia melepas baju panjangnya.
Rasa penasaranku hilang sudah. Tapi, siapa sangka, ukuran dada mbak Ami luar biasa besar. Itu terlihat dari BH biru berenda tanpa cup itu menampung isi yang besar.
"Mbak, gede banget dadanya..."
Ia cuma senyum tipis. Tanpa berlama-lama mbak Ami menarik wajahku dan melumat bibirku. Sementara aku mulai meremas-remas bh dan isinya dengan gemas. Betapa kenyal dan padat.
Ciuman mbak AMi semakin liar, sesekali ia menjambak rambutku hingga akhirnya ia membenamkan wajahku di belahan dadanya yang indah itu. Hmmm...ini adegan yang aku suka. Dia telah memintaku untuk lebih agresif. Wangi payudaranya merangsangku. Kuciumi daging kenyal yang setengah menyeruak keluar dari bh nya. BH nyapun kijilati sesuka hati. Mbak Ami memandangiku dengan bahagia. Dia membantuku melepas salah satu bh sebelah kiri, mengeluarkan putingnya.
Aku melumat puting coklat tua itu. Urat-urat halus di permukaan payudaranya indah sekali. Betapa nikmat puting itu. Kujilati, kuhisap dan kugigit kecil.
Mbak Ami merintih-rintih.
IA berdiri, kulepas tali bhnya dari belakang.
Sepasang buah dada besar itu bergelayutan, memanjang dengan bentuk yang indah. Aku remas sambil kupeluk ia dari belakang. Batang penisku menyentuh pantatnya yang masih terbalut rok panjang.
Betapa padat pantat mbak Ami, aku kagum sekali. SAmbil kremas-remas gemas payudara perempuan setengah baya itu, kutelusuri tengkuknya dari arah belakang. Ia mengangkat wajahnya. Di depan kami ada cermin besar, sehingga dapat kulihat kedua matanya terpejam.
"Hmmm...teteknya enak bangettt, mbak sayang..."pujiku.
Tak ada jawaban apa-apa. Mungkin karena mbak Ami sedang menikmati sentuhan-sentuhanku.
Kutekan lagi penisku ke pantatnya. Mbak Ami merasakan ini. Dia menoleh ke arahku.
"Apaan itu keras banget di belakang?"
Aku senyum mendengar candaannya.
Mbak Ami meraba-raba selangkanganku. Meski masih dibungkus cd dan celana jins, tapi sudah terasa keras.
Dia berjalan ke arah sofa. Di sana, ia meraba-raba penisku. Restletingku dibuka, lalu benda padat keras milikku dikeluarkan dari dalam cd miniku.
"Uffggg...gede banget Aaarrii..."pekik mbak Ami.
"MAsa sih? Emang segini gede mbak?"
AKu sendiri gak pede dengan ukuran penisku. Menurutku biasa aja.
"Iya ini mah gede...liatin ini...panjang...kepala penisnya gede banget..."
Aku tersanjung dipuji begitu. Menurut mbak Ami, ukuran penisku lebih panjang daripada suaminya.
Tangan lentik mbak Ami mengelus-elus batang penisku. Aku semakin hornyi. Aku segera menarik tubuhnya yang telanjang dada ke sofa. Kulepas rok panjangnya. Tampak cd warna biru muda ukuran mini ketat membalut bagian intimnya.
Kupandangi bagian vaginanya yang kelihatan menonjol besar banget.
Kusentuh dengan jariku. Mbak Ami melotot melihat aksiku. Tapi aku belum ingin bermain-main dengan itu. Aku bersender di sampingnya. Kami berpagutan lagi. Kedua payudaranya gantian kuremas-remas. Puting-putingnya kuraba-raba dengan jari.
"Arrii..kamu seneng banget payudara mbak ya?"
"Iya mbak...gede banget...blom pernah dapat tetek segede ini...ukuran berapa bh nya mbak?"
"38B"
Oh may god...super banget!
"Susuin Arie mbak.."pintaku.
Mbak Ami mengangkat sepasang payudaranya dan mengarahkan puting-putingnya ke arah mulutku. Aku menyambutnya dengan senang. Gantian puting2 itu kuemut-emut dengan nikmat.
Tangan mbak Ami menggenggam penisku erat2. Sesekali dikocoknya pelan. Kadang batangku ditariknya ke atas. Makin keras saja penisku dibuatnya.
"Sudah mas, kamu netek terus sih..."
Mbak Ami mengaku menikmati permainanku di payudaranya. Suaminya tidak begitu suka begitu, karena suaminya gak suka ukuran yang wah.
Lanjut ke permainan berikutnya. Aku menciumi gundukan vagina yang terbungkus cd biru itu. Mbak Ami kontan kegelian. Dijambaknya rambutku. PAdahal itu baru permulaan. Sensitif sekali dia.
Bau khas tercium hidungku. Pelan-pelan kusibak cd ketat itu. Wow...vagina besar itu tanpa bulu sehelai pun. Warnanya merah segar. Heran, sudah setengah baya, tapi masih seger gitu.
Mbak Ami masih menunggu aksi berikutnya. Lidahku menjulur ke bagian vaginanya. Dia menjerit kaget. Gila, rambutku direnggut keras.
Aroma vagina mbak Ami wangi. Malah jadi nafsu dibuatnya. YA udah, lidahku menerobos ke dalam liang vaginanya yang agak sempit itu. Biji klentitnya kuemut-emut.

"Auugghhhhh....aaarrrriieee....ssssssssstttttttt!!!!"
Mbak Ami menjerit kenikmatan. Dengan gemas ia meremas-remas sendiri buah dadanya yang makin keras dan membesar itu.
Beberapa kali pantatnya terangkat setiap klentitnya kuemut-emut.
Dengan suara bergetar dia memuji aksiku.
"Mbak belum pernah digituin sama suami seumur-umur...ohhhh...enakkk bangettt sayanggg..."
Aku berdiri di hadapan mbak Ami. Penisku yang lurus keras mengarah ke wajahnya. Dia mengocoknya beberapa kali, lalu...
Bibirnya sudah mengulum kepala penisku. Nikmatttt....
Karena pengalaman tentu saja ia tahu beraksi yang enak.
Penisku semakin panjang.
Mbak Ami sempat becanda dengan mengukur-ukur. Lucu juga gayanya.
"Ya, ampun ini kok panjang banget sih..."
"Mbak suka?"
"SUka banget..."
Penisku dijepitnya di tengah buah dadanya. Digosok-gosok naik turun. Limabelas menit berlalu.
"Kok belum keluar juga mas?"
Mbak Ami bingung, karena dulu suaminya digituin sudah muncrat.
Aku senyum ke arahnya. Kami kemudian berpelukan di sofa yang ukurannya cukup lapang itu.
Mbak Ami tak bosan-bosan mengocok2 penisku. Sementara aku tak bosan menetek terus.
Akhirnya, mbak Ami minta dimasukin. Dia setengah tidur bersandar di sofa. Kakinya kulebarkan. Vaginanya menguak lebar. Sejenak sempat kujilati sebelum kepala penisku menerobos masuk.
Mbak Ami merintih sakit. Kutekan sedalam-dalamnya. Makin keras dan cepat.
"Sssstttt....oouuhhhghhh.....wawowaowowwaww..."
Bibir mbak Ami meracau gak menentu. Setiap hentakan membuatnya meronta-ronta.
Kudekati wajahnya sambil tetap menggoyang vaginanya.
"NGgg...enakk sayannggg...."
Dia mangut-manggut.
Kumiringkan tubuhnya. Posisi menyamping, penisku terobos vaginanya. Pantatnya yang besar jadi begitu empuk dan kenyal.
Mbak Ami berulang kali menoleh ke arahku setiap hentakan keras yang kulakukan.
Tentu saja ini membuatnya semakin kagum pada aksiku.
Setengah jam penisku masih perkasa.
Lalu, dia kusuruh nungging. Pantat besarnya membuat aku kewalahan. Kujilati dari berbagai arah. Jujur, belum pernah kulihat ukuran sebesar dan bulat ini.
Dengan sedikit susah, kumasukkan penisku ke dalam vaginanya.
Mbak AMi menoleh ke arahku.
"ssssttt,"desisnya.
Kukocok berulang-ulang ke vaginanya. Semakin cepat, membuat mbak AMi menjerit-jerit. Untung suaranya tidak terdengar sampe keluar.
Buah dadanya berguncang keras. Kuraih dengan tanganku sambil tetap menggoyang pantatnya. Enak banget...kenyal. Vaginanya kering...
sepuluh menit, mbak Ami mengulum penisku. Lanjut lagi. Kali ini, ia agak merendahkan pantatnya. Posisi sulit ini, bisa kujalani dengan sempurna. malah, di posisi ini mbak Ami kewalahan.
Total 11/2 jam penetrasi vagina mbak Ami selesai.
Keringatnya basah di tubuhnya yang montok itu.
IA tak percaya spema ku juga belum keluar.
"Sayangg...gimana kok belum keluar juga...hebat banget sih..."
Kupinta ia mengulum dan mengocok sampe keluar sperma. Mbak Ami mengaku belum pernah melakukan itu.







Read More......